Renovasi : ini adalah foto Masjid Agung Lamongan saat ini yang sedang direnovasi |
Lamongan-(18/3) Genthong atau Genuk (bahasa orang lamongan) merupakan sebutan untuk sebuah tempat
penyimpanan air bersih, berasal dari tanah liat yang dibentuk menyerupai
guci,namun ukurannya lebih besar . Genthong
,biasanya diletakkan di dapur pada rumah-rumah untuk memasak,dan diletakkan di
samping atau di depan Masjid atau Mushallah untuk berwudhu pada masyarakat
tradisional.
Genthong : salah satu dari dua genthong yang ada di Masjid Agung Lamongan |
Namun,bagaimana
dengan genthong yang berada di masjid
agung Lamongan? Ternyata,di Masjid Agung Lamongan terdapat dua genthong yang
diletakkan di kedua sisi gapura pintu masuk Masjid. Tak banyak yang tahu
tentang keberadaan,apalagi fungsi dari kedua genthong tersebut. Saya saja, yang
waktu SMP hingga SMA setiap bulan Ramadhan sering mengikuti kegiatan pondok
Ramadhan di Masjid Agung ini,tidak pernah tahu jika di masjid Agung Lamongan
terdapat dua genthong yang begitu
berharga dan bersejarah untuk kota kelahiran saya. Bahkan,baru akhir-akhir ini
,saya baru mengetahui keberadaan dan asal-usul dari kedua genthong tersebut.
Menurut
penjaga masjid dan beberapa orang tua asli Lamongan, yang ceritanya saya
rangkai, genthong tersebut mempunyai sejarah yang berhubungan erat dengan adat
dan kebudayaan bahwa orang Lamongan yang tidak boleh menikah dengan orang asli
Kediri,dan pihak wanita , yang harus harus melamar pihak pria.dan beginilah
kisah singkatnya ...
“ Pada saat itu, perang saudara mengakibatkan Majapahit
menjadi sebuah kerajaan yang tak punya wibawa lagi di negeri-negeri bawahannya.
Karena keadaan ini, Adipati Kediri
saat itu merasa bahwa inilah saatnya bagi Kediri sebagai kerajaan yang lebih
tua untuk mengambil alih kekuasaan dari Majapahit.
Oleh karena itu,Adipati Kediri berpikir
untuk bisa
menjalin hubungan dengan wilayah-wilayah yang ada di pesisir
utara Jawa. Hingga dia mendengar kabar bahwa Bupati
Lamongan saat itu, mempunyai dua orang putra kembar yang bernama Panji Laras
dan Panji Liris. Karena diapun mempunyai dua orang putri kembar yang bernama
Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi, maka dia berniat menikahkan kedua putri
kembarnya dengan kedua putra kembar Bupati Lamongan sekaligus sebagai langkah
awal untuk melakukan koalisi, sehingga bila dia bisa melakukan koalisi dengan
Lamongan maka Majapahit bisa dikepung dari dua arah yaitu Kediri di Selatan dan
Lamongan di Utara.
Mengetahui niat
dari Adipati Kediri tersebut, Bupati Lamongan merasa bimbang antara mau
menerima ataukah menolak rencana pernikahan politis
tersebut. Oleh
karena itu, Bupati Lamongan
mengajukan tiga syarat. Pertama, Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi harus mau
memeluk Islam. Kedua, pihak keluarga mempelai wanita lah yang harus datang
melamar kepada pihak keluarga mempelai pria. Ketiga, nantinya pihak mempelai
perempuan harus datang dengan membawa hadiah berupa gentong air dan alas tikar
yang kedua-duanya harus terbuat dari batu.
Ternyata Adipati Kediri masih bersedia untuk
memenuhinya dan menyuruh kedua putrinya untuk datang melamar ke Lamongan,
sehingga mau tak mau Bupati Lamongan akhirnya bersedia untuk melaksanakan pernikahan
tersebut.
Tiba pada
harinya, Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi diiringi dengan rombongan besar
orang-orang Kediri datang ke Lamongan. Panji Laras dan Panji Liris di temani Ki
Patih Mbah Sabilan diperintahkan oleh ayahnya untuk menjemput kedua putri Kediri
tersebut di batas Kota Lamongan.
Pada saat itu
Lamongan sedang mengalami bencana banjir, sehingga mau tak mau Dewi Andansari
dan Dewi Andanwangi mengangkat kainnya sampai ke paha agar kainnya tidak basah.
Namun, karena hal
itu Panji Laras dan Panji Liris bisa melihat bahwa ternyata kaki Dewi Andansari
dan Dewi Andanwangi ternyata berbulu lebat seperti bulu kuda. Sehingga Panji
Laras dan Panji Liris menolak untuk menikahi Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi
serta meminta agar rencana pernikahan tersebut dibatalkan saja.
Mendengar hal
tersebut sontak Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi merasa terhina dan malu hingga
mereka melakukan bunuh diri saat itu juga dihadapan Panji Laras dan Panji
Liris. Melihat junjungan mereka dihina dan dipermalukan sampai bunuh diri,
orang-orang Kediri akhirnya menjadi
sangat marah dan membunuh Panji Laras dan Panji Liris.
Perang pun tidak dapat dihindarkan lagi. Hingga masuk dalam kadipaten Lamongan
dan menggugurkan bupati Lamongan pada saat itu. Namun sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, Bupati Lamongan sempat
berpesan agar nanti anak cucunya tidak boleh menikah dengan orang Kediri
”.
Begitulah
cerita singkatnya. Hingga saat ini, air dalam genthong masih ada,dan tidak pernah habis,meskipun tidak ada yang
mengisinya. Dan menurut mitos , kota Lamongan yang memang terkenal sebagai kota
banjir, jika banjir tersebut melewati batas hingga mulut genthong,maka Lamongan tengah terkena banjir bandhang dan akan
menewaskan seluruh warga Lamongan. Untuk peletakannya ,mengapa genthong tersebut diletakkan di masjid
Agung kota ? Mungkin saja pada saat itu,genthong
disimpan pada tempat yang aman dan dekat dengan pendopo . Karena Lamongan merupakan
salah satu kota bertatanan Macapat ( Alon-alon ditengah kota, dikelilingi oleh
bangunan Rumah Sakit, Penjara, Pasar, Pendopo dan Masjid Agung). (VET)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar